Bu Sally segera bangun ketika melihat dokter bedah keluar dari operasi.
Dia bertanya dengan penuh harapan :
Bagaimana anakku ?
Apakah dia dapat disembuhkan ?
Kapan saya boleh menemuinya ?
Dokter bedah menjawab : “Saya sudah berusaha sebaik mungkin, tapi sayangnya anak ibu tidak tertolong”
Bu Sally bertanya dengan hati remuk, “Mengapa anakaku yang tidak berdosa bisa terkena kanker ?
Apakah Tuhan sudah tidak peduli lagi ? Dimana Engkau Tuhan ketika anak laki-lakiku membutuhkan-Mu ?”
Dokter bedah bertanya, “Apa ibu ingin bersama dengan anak ibu selama beberapa waktu?”. Perwat akan keluar untuk beberapa menit sebelum jenazahnya dibawa ke universitas.
Bu Sally meminta perawat tinggal bersamanya saat dia akan mengucapkan selamat jalan kepada anak lelakinya. Dengan penuh kasih dia mengusap rambut anaknya yang hitam itu.
Perawat bertanya : “Apa ibu ingin menyimpan sedikit rambutnya sebagai kenangan?”
Bu Sally mengangguk. Perawat memotong sedikit rambut dan menaruhnya di dalam kantong plastik untuk disimpan.
Ibu Sally berkata, "Jimmy anakku ingin mendonorkan tubuhnya untuk diteliti di universitas. Dia mengatakan mungkin dengan cara ini dia dapat menolong orang lain yang memerlukan".
“Awalnya saya tidak memperbolehkan tapi Jimmy menjawab : “Ma, saya kan sudah tidak membutuhkan tubuh ini setelah mati nanti. Mungkin tubuhku dapat membantuk anak lain untuk bisa hidup lebih lama dengan ibunya.”
Bu Sally terus bercerita, Anakku itu memiliki hati emas. Jimmy selalu memikirkan orang lain. Selalu ingin membantu orang lain selama dia bisa melakukanya.”
Bu Sally meninggalkan rumah sakit setelah menghabiskan waktunya selama enam bulan di sana untuk merawat Jimmy...
Dia membawa kantong yang berisi barang-barang anaknya. Perjalanan pulang sungguh sulit baginya. Lebih sulit lagi ketika dia memasuki rumah yang terasa kosong.
Barang-barang Jimmy ditaruhnya bersama kantong plastik yang berisi segenggam rambut itu di dalam kamar anak lelakinya.
Dia meletakkan mobil mainan dan barang-barang milik pribadi Jimmy, anaknya di tempat Jimmy biasa menyimpan barang-barang itu.
Kemudian dibaringkan dirinya di tempat tidur. Dengan membenamkan wajahnya pada bantal, dia menangis hingga tertidur. Di sekitar tengah malam, Sally terjaga. Disamping bantalnya terdapat sehelai surat yang terlipat.
Surat itu berbunyi :
“Mamaku tercinta, Saya tahu Mama akan kehilangan saya, tetapi saya akan selalu mengingatmu, Ma dan tidak akan berhenti mencintaimu walaupun saya sudah tidak bisa mengatakan ‘Aku sayang mama’.
Saya selalu mencintaimu bahkan semakin hari akan semakin sayang padamu, Ma.
Sampai suatu saat kita akan bertemu lagi.
Sebelum saat itu tiba, jika Mama mau mengadopsi anak lelaki agar tidak kesepian, bagiku tidak apa-apa, Ma. Dia boleh tidur di kamarku dan bermain dengan mainanku. Tetapi jika Mama memungut anak perempuan, mungkin dia tidak melakukan hal-hal yang dilakukan oleh kami, anak lelaki.
Mama harus membelikannya boneka dan barang-barang yang diperlukan oleh anak perempuan. Jangan sedih karena memikirkan akau, Ma. Tempat aku berada sekarang begitu indah. Kakek dan nenek sudah menemuiku begitu aku sampai di sana dan mereka menunjukkan tempat-tempat yang indah. Tapi perlu waktu lama untuk melihat segalanya di sana......(To be continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar